Raden Mas Sapardan yang lebih dikenal
dengan nama Susuhunan Pakubuwono VI, lahir di Surakarta. Ibunya bukan
permaisuri. Namun demikian, pada tahun 1823 ia diangkat menjadi raja sesuai
dengan amanat ayahnya beberapa saat sebelum meninggal dunia.
Pada waktu Pakubuwono VI memrintah,
baik kerajaan Yogyakarta maupun kerajaan Surakarta sedang menghadapi masa
suram. Akibatnya, baik di Surakrta maupun di Yogyakarta terjadi kegelisahan
umum. Pada tahun 1825 meletus perang yang dipimpin oleh Diponegoro, seorang
pangeran Yogyakarta. Perang itu dikenal dengan nama Perang Diponegoro
(1825-1830).
Setelah perang Diponegoro berakhir,
Belanda mengadakan tekanan-tekanan yang berat. Pakubuwono VI dipaksa
menandatangi perjanjian yang berisi penyerahan beberapa daerah kepada Belanda.
Ia menolak untuk menandatangi perjanjian tersebut. Hal itu sangat menjengkelkan
Pemerintah Belanda. Karena tekanan-tekanan semakin berat, pada tanggal 6 Juni
1830 ia meninggalkan istana, pergi ke Imogiri mengunjungi makam nenek moyangnya. Pemerintah Belanda
menuduhnya sedang menyiapkan pemberontakan. Dengan tuduhan itu, Susuhanan
Pakubuwono Vi ditangkap dan dibuang ke Ambon. Ia meninggal dunia ditempat
pembuangan dan dimakamkan disana. Atas usaha Pemerintah RI dan pihak kelurga,
pada tahun 1956 makamnya dipindahkan ke pemakaman raja-raja Surakarta di
Imogiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar