Abu’l Fath Abdulfattah yang lebih
terkenal denagn nama Sultan Ageng Tirtayasa lahir di Banten pada tahun 1631.
Dalam usia dua puluh tahun ia diangkat menjadi raja Kerajaan banten.
Baca Selengkapnya
Pada waktu itu Belanda sudah menguasai
beberapa daerah Indonesia, antara lain Jakarta, dan sedang berusaha
mengembangkan kekuasaan mereka. Di Banten pun terdapat sebuah kantor dagang
Belanda. Sultan Ageng berusaha menghalang-halangi perdagangan Belanda. Pada
tahun 1655 dua buah kapal Belanda dirusak oleh orang-orang Banten. Akibatnya,
hubungan antara Banten dan Belanda menjadi tegang. Tetapi Sultan Ageng berhasil
menjalin hubungan dagang dan kerja sama dengan pedagang-pedagang Eropah bukan
Belanda. Pedagang-pedagang Inggris dan Denmark bebas membeli lada di seluruh
wilayah kerajaan Banten.
Sesudah itu, Belanda melakukan politik
adu domba. Sultan Haji, putra Sultan Ageng, berhasil dipengaruhi sehingga
memusuhi ayahnya. Akibatnya, terjadi perselisihan antara anak dan ayah.
Masyarakat pun terbagi dua. Sebagian tetap setia kepada Sultan Ageng, sedangkan
yang lain memihak Sultan Haji. Pada bulan Februari 1682 pecah perang antara
Sultan Ageng di satu pihak dan Belanda serta Sultan Haji di pihak yang lain.
Pasukan Sultan Ageng berhasil merebut istana Sultan Haji di Surosowan. Belanda
melipatgandakan kekuatan. Lama-kelamaan Sultan Ageng terdesak dan kekuatannya
mulai lemah, tetapi ia tidak mau menyerah kepada Belanda. Pengikut-pengikutnya
yang masih setia melanjutkan perjuangan di daerah pedalaman.
Pada tahun 1683 sultan Ageng
tertangkap dan dipenjarakan di Jakarta. Ia meninggal dunia dalam penjara dan
dimakamkan dekat Mesjid Agung Banten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar