Cut Nyak Meutia lahir di Perlak, Aceh
pada tahun 1870, tiga tahun sebelum perang Aceh-Belanda meletus. Suasana perang
itu mempengaruhi perjalanan hidupnya selanjutnya. Waktu masih kecil, ia
dipertunangkan denagn Teuku Syam Syarif, tetapi ia lebih tertarik kepada Teuku
Muhammad.
Baca Selengkapnya
Akhirnya, keduanya menikah. Teuku
Muhammad adalah seorang pejuang yang lebih terkenal dengan nama Teuku Cik
Tunong. Cut Nyak Meutia bersama suaminya memimpin perjuangan gerilya di daerah
Pasai. Berkali-kali pasukan mereka berhasil mencegat patroli pasukan Belanda.
Melalui pihak keluarga, Belanda berusaha membujuk supaya Meutia menyerahkan
diri kepada Pemerintah Belanda. Tetapi, bujukan itu tidak berhasil. Ia teramsuk
pejuang yang pantang tunduk. Pada bulan Mei 1905 Teuku Cik Tunong ditangkap
Belanda dan kemudian dijatuhi hukuman tembak. Sesuai denagn pesan sueutia
kemudian kawin dengan Pang Nangru, seoarang teman akrab dan kepercayaannya
Teuku Cik Tunong. Bersama suami yang baru itu,ia melanjutkan perjuangan melawan
Belanda. Karena kepungan Belanda semakin ketat, mereka masuk lebih jauh lagi ke
rimba Pasai, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk
menghindarkan diri agar jangan sampai tertangkap.
Pada bulan September 1910 Pang Nangru
tewas dalam pertempuran di Paya Ciciem. Cut Meutia dapat meloloskan diri.
Beberapa orang teman Pang Nangru kemudian menyerahkan diri kepada Belanda.
Meutia dibujuk supaya menyerah pula, tetapi ia tetap menolak. Dengan seorang
anaknya berumur sebelas tahun, bernama Raja Sabil, ia berpindah-pindah di
pedalaman rimbai Pasai. Tempat persembunyiannya akhirnya diketahui juga oleh
pasukan Belanda. Pada tanggal 24 Oktober 1910 temapt iru dikepung. Cut Nyak
Meutia mengadakan perlawanan dengan menggunakan sebilah rencong. Tiga orang
tentara Belanda melepaskan tembakan. Sebuah peluru mengenai kepala dan dua buah
mengenai dadanya. Ia gugur pada saat itu juga.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar